Harapan

HARAPAN

By : Canthika Deswitha Maharani X-3

            Perkenalkan namaku Zanara Taleeta, aku baru saja lulus SMP, saat ini aku menjalani hari sebagai siswi SMA. Aku merasa matahari terbit lebih cepat hari ini, rasanya malas sekali pergi ke sekolah yang tidak aku idam- idamkan, tetapi mau bagaimana lagi orang tuaku memaksa aku untuk bersekolah di SMA Cakrawala. Hanya karena ada salah satu sahabatku yang bersekolah di SMA itu. Hari pertamaku di sekolah hanya diisi dengan MOS yang cukup membosankan, aku tak merasakan euforia seperti siswa baru lainnya. Mereka merasakan euforia karena dapat bertemu lagi dengan teman-teman SMP nya, sedangkan aku disini hanya mengenal sahabatku, yaitu Zahra. Sahabatku  itu malah terlihat  sangat senang, karena ia menemukan cowok yang sangat ia idam-idamkan. Cowok yang humoris dan sangat humble. Di hari pertama MOS, panitia membetuk kelomok untuk kita, sekolah kami mengusung tema pahlawan. Aku melihat namaku berada di kelompok Sultan Hassanudin. Aku dan Zahra berpisah, Zahra berada di kelompok lain yakni kelompok Teuku Umar. Hari ini waktu terasa begitu lama berjalan, ingin rasanya aku dapat  mempercepat waktu, agar aku bisa cepat kembali ke rumah dan bertemu lagi dengan kasur kesayanganku.

            Tak terasa hari  begitu cepat berganti, setelah aku menjalankan hari pertama saatnya aku melanjutkan MOS hari kedua

            Sampai pada akhirnya..                         

 

            “Perkenalkan nama saya Muhammad Alfarizi, jabatan saya sebagai ketua OSIS”

saat mendengar suara itu, aku menoleh ke arah sang empunya. Tiba-tiba aku merasa senang menjadi siswi di sekolah ini. Ia sangat berbeda dari sekian banyak cowok yang aku temui. Sepertinya aku menyukainya. Setelah hari mengesankan itu aku semangat untuk pergi sekolah. Beberapa hari setelah MOS, perekrutan anggota ekstrakulikuler pun di buka. Aku dan Zahra sibuk memilih ekskul, setelah banyak pertimbangan kami pun memutuskan untuk ikut PIK-R, Pusat Informasi Konseling Remaja. Untuk mengikuti ekstrakulikuler tersebut kami perlu mengambil formulir pendaftaran di ruang BK dengan tergesa-gesa. Jadi, kita berdua bergegas menuju ke ruang BK, namun pada saat ingin pergi ke ruang BK aku melihat dia, ketua osis yang berhasil menarik perhatianku.

            Aku pun menyusun rencana agar bisa berbincang dengan dia. Alhasil ide yang keluar adalah pura pura tidak tau di mana ruang BK. Aku bilang kepada Zahra tentang misiku ini dan dia menyetujuinya.

 

            “Gimana dia udah dekat belum?” tanyaku.

           

            “Satu, dua, dia di belakang” ucap Zahra berbisik

           

            “Oke terima kasih” balasku.

           

            “Assalamualaikum kak” aku dan Zahra menyapa most wanted.

           

            “Waalaikumsalam” jawabnya

           

            “Mau tanya kak ruang BK di mana ya?”

           

            “Dari sini kamu lurus terus belok kanan” jawabnya dengan nada dingin dan wajah datar khas nya

           

            “Terima kasih kak” ucapku dan Zahra

 

Karena sangat dinginnya Kak Fariz langsung pergi tanpa mengatakan sepatah katapun

 

            Hari hari pun berlalu, dan hari ini aku dengan Zahra pulang telat di karenakan tugas kelompok yang harus di kerjakan

 

            “Tugasnya Bu Salwa susah banget sih” keluh Zahra.

            “Untung tugas kelompok kalau tugas individu gak tau lagi serempong apa” ucapku sembari tertawa

 

            Setelah kita mengerjakan tugas dari Bu Salwa kita bergegas untuk pulang.

Di tengah jalan menuju gerbang...

 

            “Ada Kak Biyan!” teriak zahra sambil memukul aku.

 

Oh yaa kak Biyan itu cowok yang di sukai oleh Zahra

 

            “Santai aja kali” aku meringis kesakitan

 

            “Hehehe maaf, ehhh itu ada kak Fariz juga mereka satu kelas?” tanya Zahra

 

            “Kak Biyan!” teriak Zahra dan mereka menghentikan langkah

 

            “Allahuakbar zahra kamu ini parah banget” ucapkku

 

            “Ayo datengin mereka” jawab Zahra cengengesan

 

Dengan santainya dia berjalan menuju ke arah dua cowok itu

 

            “Assalamualaikum kak Biyan kak Fariz” salam Zahra

 

            “Waalaikumsalam” jawab mereka kompak

 

            “Ada perlu apa ya?” ucap kak Biyan

 

            “Ehmmm... denger denger kak Biyan jago main bulutangkis yaa” Zahra bertanya pada Kak Bian

 

            “Iya bener, tau dari mana? Ucap Kak Bian dengan muka bingung

 

            “Aku pernah lihat kakak main di dekat aula”

 

            “Ohh gitu, terus?”

 

            “Kapan-kapan bisa main bareng gak?”

 

            “Bisa, atur aja jadwalnya”

 

            “Kamu kejar Bian Cuma mau tanya itu saja?” tanya kak Fariz dengan ketus

 

            “Iya kenapa?”

 

            “Buang buang waktu banget”

 

            “Ehhh Riz ga boleh gitu, kita harus ramah sama adek kelas. Maaf ya dek kalau boleh tau namamu siapa?” sahut kak Biyan Yang berusaha mengembalikan semangat Zahra

 

            “Zahra kak” jawab Zahra dengan moodnya yang sudah hancur

 

            “Nah zahra, kata kata Kak Fariz tadi tidak perlu di masukkan ke hati ya”

 

            “Iya kak, maaf menganggu waktunya, kami pamit pulang dulu”

 

            “Lhoo kalian naik apa?”

 

            “Taksi online kak. Nara pesenin taksinya dong!”

 

            “Iya siap” timpalku

 

            “Jangan pesen dulu, rumah kalian di mana”

 

            “Aku sama Nara tinggal di Green Platinum  Residence, Cuma beda blok aja”

 

            “Searah, rumah kakak di Griya Indah ngelewatin rumah kalian, gimana kalau kita bareng aja, mumpung bawa mobil, gimana Riz?” Ucap kak Biyan

 

            “Yaa mau gimana lagi aku ikut kamu aja” sahut kak fariz pasrah

 

Setelah semua setuju Kak Bian mengajak kita untuk segera menuju mobilnya

 

Sesampainya di mobil..

 

            “Riz, kamu di depan cewek-cewek di kursi tengah, okee” Atur kak Biyan

 

            “Iya” jawab kak Fariz

 

Setelah semua menempati posisi masing masing, Kak Biyan membuka obrolan

 

            “Itu yang satunya siapa namanya?”

 

            “Zanara kak”

 

            “Ohh kamu yaa yang kemarin tanya ruang BK ke Fariz?”

 

            “Iya kak, kok kakak tau?” tanyaku

 

            “Kemaren Fariz cerita ada anak perem-“ ucap kak Bian terpotong akibat kak Fariz meutup mulutnya

 

            “Kamu fokus nyetir aja, jangan ngoceh gak jelas”  Ucap kak Fariz dengan nada dinginnya  

 

            Keesokan harinya adalah hari Indonesia merdeka. Upacara tujuh belas di sekolah mulai pukul 07.00. Sesudah upacara anak anak sibuk foto foto. Tiba tiba zahra berkata

            “Foto bareng kakel idaman yuk”

            “Ayo” jawabku antusias

 

            Zahra pun pergi ke arah kakel idamannya yakni kak Bian untuk meminta foto, begitupun aku, aku juga pergi ke arah kakel idamanku yaitu Kak Fariz

 

            “Kak Fariz” panggilku

            “Ya dek?” Seraya melihat ke arahku

            “Boleh minta foto?” tanyaku dengan nada gemetar

            “Sebentar ya” Jawab kak Fariz seraya tersenyum tipis, lalu dia melanjutkan kegiatannya

 

Setelah obrolanku berakhir aku berpikir mengenai kata sebentar yang di ucapkan kak Fariz. Saat semuanya sudah selesai aku dan Zahra pergi ke kantin, pada saat di kantin aku merasa ingin kembali lagi ke lapangan, pada akhirnya akupun mengajak Zahra pergi ke lapangan

 

            “Zah ayo kita kembali lagi ke lapangan”

 

            “Hmm, iya tau di janjiin foto kan” ledek zahra

 

            “Tau aja” jawabku sambil cengengesan

 

            Di tengah lapangan aku mencari Kak Fariz

 

            “Nara cepet sana Kak Fariz lagi nyantai tuh, ajak foto sana” ucap zahra seraya mendorongku

 

            “Okee” balasku semangat

 

            Di tengah perjalanan menuju tempat Kak Fariz aku bertemu Fadillah dan Firah teman sekelasku

 

            “Hai Nara, mau ke mana” sapa Fira

 

            “Hai, mau ngajakin Kak Fariz foto”

 

            “Beneran, tadi aku ngajak foto dianya ga mau, alasannya lagi sibuk” ucap Icha

 

            “Tapi kata dia tadi sebentar” jawabku

 

            “Nara maksud kak fariz itu nolak kamu secara halus”

 

            “O-oh gitu ya, yasudah terima kasih”

 

            Aku pun pergi sambil memikirkan kata Fadillah tadi ada benarnya juga, siapa tau dia memang menolak

 

            Sedangkan beberapa minggu setelah tujuh belasan, pengurus osis membuka pendaftaran pengurus baru, karena di SMP aku pernah menjadi pengurus OSIS jadinya aku ingin melanjutkannya di SMA, ini adalah pertama kalinya aku memilih jalan yang berbeda dengan Zahra

 

            Langkah awal yang aku lakuin adalah mengisi formulir’ setelah selesai di isi folmulir di kumpulkan kembali kepada pengurus osis, selepas mengembalikan formulir aku di hadapkan dengan tes tulis. Setelah semua tes tulis di jawab, tibalah momen yang daritadi membuat detak jantungku tidak stabil, apalagi kalau bukan tes wawancara.

 

            “Perhatian bagi peserta tes tulis harap menunggu di ruang aula untuk pemanggilan menuju tes wawancara”

            “Untuk kelompok 2 beranggotakan 5 orang”

            1. Hikmah malati

            2. Rahmat Samudra

            3. Amalinda

            4. Ahmad Septiansyah

            5. Zanara Taleeta

 

            DEG!

            Haduhhhh... gimana ini

 

            “Silahkan masuk ke ruang pertama ada tiga ruangan di sini” lanjut kak Fariz

 

Lebih dari empat kelas yang ku lewatin dalam rangka mengikuti tes wawancara

 

            “Buruan atur barisan” ucap salah satu pengurus osis

 

            “Siap Kak” balas kami serentak

 

            “Di sini kalian akan di tes Baris Berbaris, jadi lakukan yang terbaik, faham?”

 

            “Paham kak”

 

            Setelah melewati tes Baris Berbaris kini saatnya mengabsen

 

            “Ahmad Septiansyah?” Kak Faris mulai mengabsen teman sekelompokku

 

            Anehnya namaku saja yang tidak di sebut, Kak Fariz gak nengok sama sekali ke arahku, mungkin dia ingat insiden pulang bareng itu, tapi kan dia berkata dia tidak peduli? Atau gimana? Ahhh entahlah aku pusing

 

            “Jadi di posko ini saya ingin ngobrol santai saja “ Kak Fariz membuka pembicaraan

 

            Di posko ini kak Fariz memang santai membicarakan seputar OSIS saja, mulai dari kesibukanya di OSIS dan tips membagi waktu. Tak terasa waktu cepat berlalu, setelah menjalani beberapa tes OSIS kami pun di perbolehkan untuk pulang. Hari itu merupakan hari terlelah, namun aku tetap merasa senang karena dapat berbincang dengan Kak Fariz.

 

            Waktu berjalan sangat cepat, yang awalnya aku melaksanakan MOS saat ini aku sudah menginjak kelas 10 semester 2, dan para kakak kelas idaman itupun akan lulus dengan segera. Saat ini mereka sibuk dengan ujian kelulusan dan aku sibuk dengan pelajaran biasa. Hari ini adalah mapel Bahasa Indonesia, guru yang mengajarku bernama Bu Ana, beliau merupakan guru tersabar di sekolah ini.

 

            "Gimana rek? siap UH ga?" tanya Bu Ana

 

            "Sekarang banget bu? belum siap bu" ujar kawan sekelasku dengan nada merengek

 

            "Mau minggu depan aja? masih ada waktu sih" tawar Bu Ana

 

            "Mauu buu" jawab kami serentak

           

            "Yasudah sekarang santai aja deh yaa"

 

            "Bu Ana, mau tanya boleh" ucap Zahra

 

            "Iya Zahra kenapa?" jawab Bu Ana

 

            "Kak Biyan dan Kak Fariz kan sudah mau lulus bu, kalau boleh tau mereka mau daftar di univ mana ya bu?"

 

            "Biyan yaa? kalau Biyan saya ga tau, tapi kalau Fariz saya tau" jawab Bu Ana dengan senyum

 

            "Dimana Bu kalau boleh tau" mungkin nada bicaraku sangat excited sehingga Bu Ana tertawa, akupun bingung

 

            "Kenapa Zanara, kamu suka yaa dengan Fariz? Excited banget nih kayanya"

 

            "Suka banget bu, sangat suka" Jawab Zahra

 

            Aku hanya bisa tersenyum dengan itu

 

            "Setau saya sih ya, Fariz kemaren tuh lagi ngurusin surat untuk kuliah di luar negeri, kayanya sih Kairo ya. Dia dapat beasiswa di sana" terang Bu Ana

 

            "Hayoo Nara kamu bakalan di tinggal ke Kairo" ucap Zahra menakut nakutiku

 

            "Kalau dia mau nuntut ilmu di sana sih ga apa apa ya" ucapku tenang

 

            setelah jam Bu Ana selesai saatnya istirahat, seperti biasa aku akan pergi ke kantin dengan Zahra untuk membeli makanan. Saat di jalan menuju kantin aku berpapasan dengan Kak Fariz, aku hanya menyapanya dengan menunduk, Kak Fariz membalasnya dengan menunduk juga. Aku hanya menganggap balasan tersebut untuk menghormati saja. Di hari itu, merupakan hari terakhir aku bertemu dengan Kak Fariz karena setelah kelulusan ini ia akan berangkat ke Kairo untuk melanjutkan kuliahnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar