Bisikan yang Tak Di Dengar

Bisikan yang Tak Di Dengar

By: Damara Arya P.

Aku duduk di tepi pantai, membiarkan angin meniup rambutku dan air menyentuh kakiku. Dalam keheningan ini, aku merasakan banyak hal yang terpendam dalam diriku. Seperti air laut yang berusaha menggapai daratan tetapi tidak bisa. Sama hal nya dengan diriku, banyak yang ingin kukatakan tetapi aku tidak pernah mendapatkan telinga untuk di dengar.

Aku ingin memberi tahu orang sekitarku bahwa aku kesepian, aku selalu mencoba untuk berbicara namun gagal. Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan tetapi rasanya sangat tidak berguna jika aku tidak mendapatkan telinga.

Aku ingin memberi tahu kepada mereka bahwa aku kesepian, aku lelah dan aku hanya berpura-pura bahagia. Semua orang tampak membisu seperti tak ada lagi kepedulian terhadap siapapun termasuk kepadaku.

Waktu berlalu begitu cepat, semua orang sibuk dengan kesibukanya masing-masing tanpa memperdulikanku yang masih ditemani rasa kesepian ini. Aku seperti sebuah pulau yang terisolasi, tidak ada yang bisa mencapai aku. Aku ingin teriak, aku ingin mereka tahu bahwa aku ada dan aku di sini. Apa mereka akan sadar keberadaanku? Mustahil jika mereka menyadari itu.

Aku bangkit dari dudukku lalu menyusuri tepi pantai, aku melihat air yang mengalir layaknya pikiranku. Aku merasa seperti pasir yang terbawa oleh arus, tidak tahu kemana aku akan pergi. Mungkin aku akan berfikir bahwa aku akan memendam semua perasaan-perasaanku, aku yakin tidak akan ada yang mau untuk mendengarkanya.

Aku terpaksa membiarkan pikiranku mengalir karena aku takut akan membebani pikiran mereka, apa ini salah? Tapi aku lelah hanya mendengar, aku juga ingin didengar. Lagi dan lagi apa aku harus mengerti perasaan mereka saja, lalu di kemanakan perasaanku?

Aku merogoh isi tas ku dan mengambil sebuah buku catatan kecil dan pena. Mungkin hanya buku ini yang tau bagaimana perasaanku, aku terpaksa mengungkapkannya disini. Aku menulis semua perasaanku, kekecewaanku, harapan dan bahkan impian yang tidak akan diketahui oleh orang orang. Aku tidak peduli lagi bagaimana cara menulisnya, aku hanya ingin mencurahkan semuanya.

Aku merasa seperti terjebak dalam kesunyian, aku berusaha teriak tetapi tidak ada yang mendengar. Sampai saat ini perasaan- perasaanku terabaikan, tidak ada yang memperdulikan perasaanku. Aku seperti tidak ada di sini.

Aku melihat dua anak kecil berlarian di tepi pantai, mereka tampak bahagia dan tidak ada yang menganggu pikiran mereka. Ujung bibirku naik, aku tersenyum tipis melihat kebahagiaan itu. Dulu aku pernah se bahagia itu, namun sekarang aku sudah kehilangan sebagian bahagia itu yang tersisa hanya kenangan saja. Andai saja aku bisa mengulang waktu, mungkin aku ingin menjadi kecil lagi agar bisa bahagia.

Mungkin saja bahagia tidak kita dapatkan saat kita kecil saja, tapi bagiku bahagia hanya ada saat aku kecil. Aku terus menonton mereka, ada rasa iri dalam hatiku. Mereka masih belum tau apa itu kesepian, mereka hanya tau bermain, tertawa, dan bergembira.

Aku menatap luasnya laut, aku mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengambang dipikiranku, dosa apa yang telah aku perbuat sampai aku mendapatkan hal seperti ini. Aku tidak tau, yang jelas aku masih berdiri di sini menunggu seseorang yang tidak akan pernah datang.

Aku memejamkan mataku dan menarik napas dalam-dalam, tak terasa air mata mulai membasahi pipiku, merasa sedikit lega tapi hatiku masih berat. Aku masih mendengar tawa anak kecil tadi, tangisku semakin pecah, dibenakku terputar kenangan waktu kecil itu terekam jelas momen-momen dimana aku merasakan bahagia. Momen-momen itu seperti pasir, semakin ku pegang semakin cepat menghilang.

Aku terduduk di pasir, menangis lirih kedua tanganku menutupi wajahku, aku bisa merasakan bahwa air mataku mulai membasahi telapak tanganku. Aku merasa seseorang telah menepuk pundakku dengan lembut. Aku sedikit terkejut dan berusaha memberhentikan tangisku. Aku menoleh dan melihat kedua anak kecil yang aku lihat sebelumnya, mereka menatapku dengan tatapan penuh pertanyaan, salah satu dari mereka menanyakanku “kak, kakak tidak apa apa? Kenapa kakak menangis?”. Setelah sekian lama, akhirnya seseorang menanyakan alasanku menangis

Aku menatap wajah mereka, aku sangat bangga pada kepedulian mereka terhadap orang lain, dan untuk sejenak, tangisku sedikit mereda. Aku tersenyum tipis dan menjawab “kakak hanya merasa sedih, tidak apa apa” kataku berusaha menenangkan mereka. Mereka mengangguk dan memelukku, aku merasa sangat tenang.

Pada akhirnya, aku memilih untuk membiarkan perasaan ini terperangkap di dalam diriku, menjadikan bayang-bayang yang mengikutiku setiap saat. Aku harap suatu saat nanti aku bisa mencari cara untuk mengungkapkan perasaanku.


Komentar